Total Tayangan Halaman

Kamis, 12 Mei 2011

SISFO AKUNTANSI


BAB 1
1.      Apa yang dimaksud dengan sistem?
Sistem didefinisikan sebagai kelomponen yang di koordinasikan  untuk mencapai serangkaiaan tujuaan yang kita inginkan.

2.      Jelaskan komponen-komponen sebuah sistem?
Komponen sebuah sistem meiputi:
·         Komponen, atau yang dapat dilihat,dirasakan atau didengarkan
·         Peroses, yaitu kegiatan untuk mengkoordinasikan komponen yang di libat  dalam sebuah sistem.
·         Tujuan, yaitu sasaran akhir yang akan dicapai dan kegiatan koordinasi komponen tersebut.

3.      Apa perbedaan antara sistem, subsistem, dan supersistem?
Perbedaan dari sistem,subsistem dan spersistem
·         Sitem : di katakan sebagai serangkaian komponen elemen-elemen yang masih di koordinasikan untuk mencapai suatu tujuaan tertentu.
·         Subsistem: Sedangkan subsistem adalah bagiaan dari sistem dalam arti kata,susbsistem adalah sebuah bagian atau pengelompokan anak dari sistem induk.
·         Supersistem: Pada umumnya penyempurnaan dari sistem dan subsistem tersebut namun tujuannya sama yaitu mencapai sebuah tujuaan yang baik.


4.      Jelaskan jenis-jenis sistem menurut teori! dan diantara jenis-jenis tersebut manakah yang umum ada di lingkungan masyarakat?
Jenis-jenis sistem menurut teori ada 4:
·         Sistem tertutup (closed system)
Sistem ini terisolasi dan tidak berhubungan dengan pihak lain sehingga tidak memiliki pengaruh dengan pihak lain.
·         Sistem relatif tertutup (relatively colsed system)
Sistem yang berinteraksi dengan lingkungannya secara terkendali.
·         Sistem terbuka (open system)
Sistem  berinteraksi dengan lingkungannya secara tidak terkendali,di samping memperoleh input dari lingkungannya dan memberikan output dari bagi lingkungannya.
·         Sistem umpan balik (peed back system)
Sistem yang menggunakan sebagai output menjadi salah satu input untuk peroses yang sama  di masa berikutnya dan sistem ini juga umumnya di pakai dilingkungan msayarakat.


5.      Jelaskan tentang batasan dan penghubung sistem! Apa pula manfaatnya?
Batas dan penghubung sistem
Sebuah sistem  harus memiliki batas,sehingga seseorang dapat membedakan komponen-komponen sebuah sistem yang satu dengan yang lain.
Ø  Manfaatnya
Membantu mengidentifikasikan atau memeilah dan membedakan
Komponen-komponen sebuah sistem yang satu dengan yang
Lain.

Ø  Penghubung sistem
Penghubung sistem berfungsi menghubungkan komponen-komponen dengan yang lain.

6.      Apa tujuan kemandirian sistem?

7.      Jelaskan tiga jenis keputusan yang dibuat oleh manajemen?

8.      Jelaskan antara data dan informasi?
Data dan informasi
Data adalah fakta yang di masukan ke dalam,disimpan,dan di peroses oleh sebuah sistem informasi akuntansi.
Sedankan informasi adalah data yang  sudah di organisasi,dan telah memiliki kegunaan dan manfaatnya.

9.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan siklus transaksi perusahaan! Tugs-tugas apa saja yang dilaksanakan? Dan subsistem apa saja yang tergabung di dalamnya?

10.  Jelaskan 5 alasan mengapa seseorang perlu belajar sistem informasi akuntansi?
v  Sistem akuntansi merupakan bagian fundamental dalam pendidikan akuntansi.
v  Keterampilan(skill).
v  Sistem informasi akuntansi merupakan komponen dalam proses pembuatan keputusan. Merembes ke segala aspek kehidupan termasuk sistem informasi akuntansi sebuah organisasi.
v  Sistem informasi akuntansi mampu memenuhi kebutuhan informasi.
v  Revolusi teknologi informasi aakan

11.  Sebutkan dan jelaskan aktivitas utama dan aktivits pendukung dalam konsep rantai nilai?

12.  Jelaskan 6 macam penggunaan sistem informasi akuntansi untuk menambah nilai bagi bisnis?
A.    Dapat memperbaiki produk atau jasa dengan meningkatkan kualitas, mengurangi biaya, atau menambah atribut yang diinginkan konsumen.
B.     Dapat meningkatkan efisiensi.
C.     Dapat memberikan informasi yang tepat dan dapat dipercaya untuk memperbaiki pembuatan keputusan.
D.    Dapat meningkat kan ke unggulan kompetitif.
E.     Dapat memperbaiki komunikasi.
F.      Dapat memperbaiki penggunaan pengetahuan.

13.  Jelaskan 7 karakteristik informasi yang bermanfaat bagi pembuatan keputusan?
Karakteristik
Uraian
Relevan
Menambah pengetahuan atau nilai bagi para pembuat keputusan.
Dapat dipercaya
Bebas dari kesalahan atau bias dan secara akurat menggambarkan kejadian atau aktivitas organisasi.
lengkap
Tidak menghilangkan data penting yang dibutuhkan oleh para pemakai.
Tepat waktu
Disajikan pada saat yang tepat untuk mempengaruhi proses pembuat keputusan.
Mudah dipahami
Disajikan dalam format yang mudah dimengerti.
Dapat diuji kebenarannya
Memungkinkan 2 orang yang kompeten untuk menghasilkan informasi yang sama secara independen.

14.  Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen sistem informasi akutansi?

15.  Jelaskan beberapa jenis sistem informasi yang biasanya digunakan oleh manajemen untuk menghasilkan informasi guna mendukung proses pembuatan keputusan?
Pembuat keputusan
Jenis keputusan yang dibuat
§  Manaemen pemasaran




§  Bagian pembelian dan
pengawasan persediaan

§  Manaemen produksi





§  Manajemen SDM

§  Manajemen keuangan
Menentukan harga jual, kebiakan garansi dan keputusan, dan meng identifikasikan jenis produk yang paling banyak dan paling sedikit menghasilkan laba.
Menentukan kapan, berapa banyak, dan spesifikasi barang yang akan dibeli, dan menentukan dari pemasok mana barang tersebut akan diperoleh.
Menentukan kapan dan berapa banyakproduk akan dibuat, menentukan metode produksi dan jenis bahan baku yang digunakan dan menentukan cara alokasi biaya setiap jenis produk.
Menentukan jumlah jam kerja dan jumlah gaji untuk setiap karyawan, dan lain-lain.
Mengidentifikasi pola arus kas masuk dan kas keluar, dari mana saja sumber dana diperoleh dan digunakan untuk keperluan apa saja.

DAMPAK PENGGUNAAN  BAHASA GAUL DAN BAHASA ASING SERTA KURANG KESADARAN PADA DIRI SENDIRI  DALAM MENERAPKAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAIK DAN BENAR





TUGAS INDIVIDU

MATAKULIAH : BAHASA INDONESIA


DISUSUN OLEH:
FLORENSIUS EDONG (08410348)
KELAS: SI / 6C



STEMIK HITAM PUTIH.jpg















SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
WIDYA DHARMA
PONTIANAK
2011


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah melimpahkan rahmat dan kasih karunia-NYA kepada kita semua sehingga saya dapat menulis makalah singkat khususnya mata kuliah Bahasa Indonesa sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Namun sebagai pembelajaran dan agar menambah wawasan bagi saya selaku penulis,maka dari pada itu saya mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Eligia Wijaya, S.PD. selaku dosen  mata kuliah Bahasa Indonesia ini dan para dosen-dosen pembimbing lainnya yang senantiasa selalau memberikan arahan kepada saya terkait penulisan makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin saya tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan ketentuaan yang berlaku. Kesalahan yang terdapat di dalam penulisan ini jelas ada, namun bukanlah hal yang di sengaja melaikan khilaf, dari kelemahan saya ini sudilah kiranya dapat dimaklumi.
Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan saran dan pengetahuannya kepada saya sehingga menambah hal baru bagi saya. Terutama saran dan pemikiran mereka kepada saya terkait tugas matakuliah Bahasa Indonesia ini.
Demikian, harapan saya maka dari pada itu kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan terutama saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penulisan ke depannya bagi saya, semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua, amin.

Pontianak, 2011



Penulis,






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
       A. Latar belakang.................................................................................... 1
      1. Sejarah dan perkembangan Bahasa Indonesia................................ 2
      2. Bahasa yang mempengaruhi Bahasa Indonesia............................... 4
                   B. Permasalahan...................................................................................... 5
                   C. Tujuan................................................................................................. 5
       D. Manfaat masalah................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 7
A. Pengertian kesalahan berbahasa......................................................... 7
B. Proses Terjadinya Kesalahan Berbahasa........................................... 10
C. Beberapa Pandangan terhadap Kesalahan Berbahasa....................... 12
D. Tujuan dan Manfaat Analisis Kesalahan Berbahasa......................... 16
E. Data Kebahasaan Analisis Kesalahan Berbahasa.............................. 16
F. Data dan Metode Akses.................................................................... 18
G. Prosedur Analisis Kesalahan Berbahasa........................................... 19
H. Jenis Kesalahan Berbahasa............................................................... 21
BAB III PENUTUP................................................................................................... 22
      A.Kesimpulan......................................................................................... 22
      B.Saran................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….......... 24





BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar belakang
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan Bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul. Dewasa ini pemakaian Bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan bahasa gaul. Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak benar. Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir ahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan atau anak jalanan disebabkan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman. Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Dewasa ini, bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek bahasa Indonesia non-formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau komunitas tertentu. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa-kata yang digunakan dalam komunitas tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama Kamus Bahasa Gaul pada tahun 1999.

1.Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia
a.  Bahasa Melayu sebagai Dasar Pembentukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang sekarang sebagai bahasa persatuan dan Bahasa Negara secara historis berasal dari bahasa Melayu. Awalnya bahasa Melayu dipakai di daerah Riau dan sekitarnya. Selanjutnya meluas ke seluruh pelosok Nusantara. Meluasnya bahasa Melayu disebabkan oleh status bahasa pada zaman Kerajaan Sriwijaya yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kerajaan. Selain itu, jasa pedagang dan pelaut yang menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi antarsuku, antarbudaya, dan antarpulau. Sejak saat itu bahasa Melayu menjadi Lingua Franca.
b. Alasan Pemilihan Bahasa Melayu sebagai Dasar Pembentukan Bahasa Indonesia
1.      Dibanding dengan bahasa Jawa, walaupun pemakai bahasa Jawa lebih banyak tetapi bukanlah bahasa Jawa yang dipilih sebagai dasar pembentukan bahasa Indonesia.
2.      Hal itu disebabkan karena penutur bahasa Jawa hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa saja, berbeda dengan bahasa Melayu yang dipakai tersebar di seluruh pelosok Nusantara, terutama di daerah pantai berdekatan dengan pelabuhan. Dengan dipilihnya bahasa Melayu sebagai dasar pembentukan bahasa Indonesia, maka upaya untuk menasionalkan bahasa Melayu lebih mudah dan praktis.
3.      Bahasa Melayu memiliki sifat kedemokratisan bahasa. Hal itu ditandai dengan tidak adanya tingkatan-tingkatan/jenjang dalam pemakaian bahasa (unggah-ungguh). Hal tersebut sangat cocok dengan kecenderungan masyarakat Indonesia yang bercorak tidak menonjolkan tingkatan/kasta.
4.      Bahasa Melayu lebih terbuka dan mudah disesuaikan dengan perkembangan zaman dan pengaruh dari luar.
c. Kelahiran Bahasa Indonesia
Kelahiran secara Politis Bahasa Melayu semakin lama semakin kaya dengan adanya pengaruh dari berbagai bahasa lain sampai menjelang akhir tahun 1928 secara resmi masih tetap bernama bahasa Melayu, walaupun dari segi fungsinya sudah tidak lagi mencerminkan sebagai bahasa daerah. Atas dasar kesadaran para pemuda akan pentingnya bahasa sebagai alat pemersatu bangsa, maka dalam Kongres Pemuda di Jakarta tanggal 28 Oktober 1928 dicetuskan ikrar politik yang disebut Sumpah Pemuda, Kelahiran secara Yuridis
Sumpah Pemuda
  Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe bangsa Indonesia
 Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertanah air yang satu tanah air Indonesia
Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean bahasa Indonesia

Sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda tersebut berarti secara resmi Bahasa Indonesia terlahir. Namun demikian, karena kelahiran itu terwujud dalam rangka ikrar politis, maka kelahiran tersebut juga disebut kelahiran secara politis, Kelahiran Bahasa Indonesia secara Yuridis.
Upaya pemuda mengusir penjajah dengan modal semangat persatuan akhirnya membuahkan hasil berupa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta (atas nama bangsa Indonesia) tanggal 17 Agustus 1945. sehari kemudian, tanggal 18 Agustus 1945 (UUD 45) diundangkan, yang salah satu pasalnya, yakni Bab XV pasal 36 Berbunyi: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Dengan demikian, Bahasa Indonesia secara resmi, secara yuridis, telah dinyatakan sebagai bahasa Negara dan bahasa Resmi.






2. Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Indonesia
a.   Bahasa Sansekerta
Bahasa Sansekerta masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya budaya dan agama Hindu ke Indonesia yang terjadi pada abad ke-5 dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-7. Kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta berkaitan dengan agama, budaya, nama-nama yang bersifat monumental, semboyan, ajaran, dan sebagainya.Contoh: negara, raja, bangsa, permaisuri, singgasana, agama, dewa, pujangga, sorga, dll. Pengaruh bahasa Sansekerta yang masih dipakai adalah akhiran –wan, -man, dan –wati (budayawan, seniman, seniwati, karyawati).
b. Bahasa Arab
Masuknya bahasa Arab bersamaan masuknya budaya dan agama Islam yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab, baik berasal dari Hadramaut maupun Persi pada akhir abad ke-15. kata-kata bahasa Arab kebanyakan berkaitan dengan kehidupan keagamaan Islam.
Contoh: akhlak, akhir, azab, akhirat, khotbah, zakat, sholat, dll.
c. Bahasa Belanda
Masuknya bahasa Belanda bersamaan dengan masuknya bangsa Belanda ke Indonesia mulai abad ke-17. Kedatangan mereka awalnya bertujuan mencari rempah-rempah kemudian meluas memonopoli perdagangan, dan akhirnya menguasai wilayah kita sebagai daerah jajahan. Contoh: atret, asisten, amtenar, advokat, arsip, abonemen, gubernur, residen, provinsi, kondektur, masinis, sopir, sepur, bangku, buku, lampu, sekolah, resep, prangko, wesel, eksemplar, rusak, sakelar, bolam, blangko, tas, handok, potlot, grip, dll.
d. Bahasa Inggris
Pengaruh bahasa Inggris terjadi setelah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Pada saat masih bernama bahasa Melayu pengaruh itu tidak terjadi, karena bangsa Inggris tidak pernah berkuasa di Indonesia, kecuali di daerah Bengkulu. Berbeda dengan bahasa Sansekerta, bahasa Arab, dan bahasa Belanda yang masuk ke bahasa Melayu lewat kontak budaya, agama, politik penjajahan, maka bahasa Inggris masuk ke bahasa Indonesia melalui jalur ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya analisis, tesis, sintesis, hipotesis, struktural, ideal, instruksional, manajemen, akuntan, dll.



e. Bahasa Asing Lain
Bahasa Portugis           : lentera, bendera, jendela, lemari, dll.
Bahasa Tamil               : logam, mempelam, pualam, gembala
Bahasa Perancis           : trotoar, abator, urinoar, salut
Bahasa Parsi                : pasar, kenduri, peduli
Bahasa China               : bakmi, bakso, bakwan, capjae, taoge
Bahasa Jepang             : kimono, judo, taiso, karate, samurai
f. Bahasa Daerah
Bahasa Jawa                : bisa, lestari, rampung, lugu, tempe
Bahasa Sunda              : nyaho, oncom
Bahasa Banjar              : gambut
Bahasa Irian     : koteka
Bahasa Batak               : horas
Bahasa Minang            : rendang, inang, datuk
Bahasa Palembang       : mpek-mpek  

B .Permasalahan
Permasalahan dalam menulis makalah ini terutama terkait penggunaan bahasa yang kurang baik dan benar tidak lain dan tidak bukan karena pengaruh bahasa gaul dan bahasa asing yang sering digunakan oleh orang-orang tertentu dan para kaum remaja di masa kini sehingga mereka mengira dan menganggap bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang baik dan benar sebagai contoh:
TABEL. I.1
PERBANDINGAN BAHASA
Bahasa Indonesia
Bahasa Gaul Remaja
Teman
Temen,plen,friend,sob
Tidak
Kagak,ndak,tadak
Kamu
Bro,loe,you

C.  Tujuan      
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Bahasa Indonesia tersebut di terapkan,ternyata masih jauh dari harapan malah lebih banyak menggunakan bahasa gaul dan bahasa asing di bandingkan harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar,di tambah lagi dewasa ini pengaruh arus globalisasi yang sangat pesat dan mengakibatkan dampak yang sangat pesat bagi kalangan anak-anak remaja saat ini,bahkan di kalangan orang-orang tua,yang lebih parah lagi adalah di lingkungan pemerintapun sering menggunakan bahasa yang tidak baik dan benar.Dari pada itu untuk menerapkan bahasa yang baik dan benar adalah mulailah dari diri sendiri secara pribadi dan kesadaran akan pengunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di mana sesuai dengan kiat-kiat yang telah di tetapkan dalam Sumpah Pemuda secara Yuridis.
D. Manfaat masalah
Manfaat dari masalah tersebut adalah,kita biasa mengetahui perkembangan Bahasa Indonesia di Zaman sekarang,meski Bahasa yang digunakan jauh dari pada harapan dan komitmen yang telah di sepakati dalam sumpah pemuda khususnya poin yang ketiga,sejauh ini saya sebagai penyusun atau penulis sangat prihatin dengan perkembangan Bahasa Indonesia yang terjadi sekarang masih banyak kalangan remaja dan orang tua belum benar-benar mengetahui dan memiliki kesadaran dalam berbahasa, baik secara lisan maupun secara  tulisan betapa pentingnya Bahasa yang baik dan benar bagi kita semua.















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan atau kesalahan. Sebagian besar guru Bahasa Indonesia menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar penyimpangan.
Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh S. Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa. Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas, dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku. Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan konjungsi-konjungsi seperti bahwa, karena secara konsisten dan eksplisit.
1.      Penggunaan partikel kah dan pun secara konsisten.
2.      Penggunaan fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten.
3.      Penggunaan meN- dan ber- secara konsisten.
4.      Penggunaan pola frase verbal aspek+agen+verba secara konsisten, misalnya Surat ini sudah saya baca. Bandingkan dengan bentuk yang sudah baku Surat ini saya sudah baca.
5.      Penggunaan konstruksi yang sintetis, misalnya mobilnya bandingkan dengan bentuk yang tidak baku dia punya mobil, membersiihkan bandingkan dengan bentuk tidak baku bikin bersih, memberi tahu bandingkan dengan bentuk tidak baku kasih tahu.
6.      Terbatasnya jumlah unsur leksikal dan gramatikal dari dialek-dialek regional dan bahasa-bahasa daerah yang masih dianggap asing.
7.      Pengunaan popularitas tutur sapa yang konsisten, misalnya saya-tuan, saya- saudara.

Pengunaan unsur-unsur leksikal yang baku, misalnya:
TABEL I.2
Leksikal baku
Leksikal tidak baku
Mengapa
kenapa
Begini
gini
Berkata
bilang
Tidak
nggak
Tetapi
tapi
Senin
Senen
Rabu
Rebo
Kamis
Kamis
Jumat
Jum’at
Sabtu
Saptu
Daripada
ketimbang
Senyampang
mumpung
Seperti
Kayak
oleh karena itu
makanya

Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melaflakan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dsb. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada berbaga tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa bila yang bersangkutan, lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya telah mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakan, tetapi karena suatu hal dia lupa akan sistem tersebut.Kelupaan itu biasanya tidak lama.
Sebaliknya, kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara  konsisten dan sistematis. Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh guru, misalnya melalui remedial, latihan, praktik, dsb. Sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa tentang sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang apabila tahap pemahaman semakin meningkat.






Perhatikan tabel berikut ini:
TABEL I.3

KATEGORI

KESALAHAN

KEKELIRUAN
  1. Sumber
  2. Sifat
  3. Durasi
  4. Sistem
  5. Linguistik
  6. Hasil
  7. Perbaikan
Kompetensi Sistematis 
Belum
Dikuasai
Penyimpangan
Dibantu oleh guru
Latihan
Performansi
Tidak Sistematis Sementara
Sudah
Dikuasai
Penyimpangan
Siswa
Sendiri

B. Proses Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Terjadinya kesalahan berbahasa di kalangan siswa yang sedang belajar bahasa terutama belajarar bahasa kedua, merupakan femnomena yang mendorong para ahli pengajaran bahasa untuk mempelajari kesalahan berbahasa. Dari studi tentang kesalahan berbahasa itu dapat diketahui bahwa proses terjadinya kesalahan berbahasa berhubngan erat dengan proses belajar bahasa. Kesalahan berbahasa merupakan gejala yang intern dengan proses belajar bahasa. Oleh karena itu, untuk memahami proses terjadinya kesalahan berbahasa, terutama di kalangan siswa yang sedang belajar bahasa, diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep belajar bahasa.
Penguasaan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua diperoleh melalui proses belajar. Sebagian para ahli pengajaran bahasa membedakan antara proses penguasaan bahasa pertama dan penguasaan bahasa kedua. Proses penguasaan bahasa pertama bersifat ilmiah dan disebut pemerolehan bahasa (language acquisition). Proses penguasaan bahasa perama ini berlangsung tanpa adanya suatu perencanaan terstruktur. Secara langsung anak-anak memperoleh bahasanya melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Setiap ada yang normal secara fisik, psikis, dan sosiologis pasti mengalami proses pemerolehan bahasa pertama. Proses ini berlangsung tanpa disadari oleh anak. Anak juga tidaak menyadari motivasi apa yang mendorongnya berada dalam kondisi pemerolehan bahasa pertama itu.
Selanjutnya, proses penguasaan bahasa kedua terjadi setelah seseoang menguasai bahasa pertama dan disebut belajar bahasa (language learning). Proses belajar bahasa kedua pada umumnya berlangsung secara terstruktur di sekolah melalui perencanaan program kegiatan belajar mengajar yang sengaja disusun untuk keperluan itu. Dalam proses ini, si pembelajar menyadari bahwa dia sedang belajar bahasa. Dia juga menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa kedua itu.
Perbedaan antara pemerolehan bahasa (language acquisition) dan pemerolehan bahasa (language learning) berdasarkan ada  atau tidaknya kesadaran pembelajar terhadap apa yang dilakukan sebenarnya bukanlah perbedaan yang sangat mendasar dan diskrit. Dalam kenyataannya, baik dalam proses penguasaan bahasa pertama maupun bahasa kedua, si pembelajar menyadari usahanya untuk mempelajari bahasa. Perbedaan tingkat perbedaan ini bersifat relatif saja. Demikian pula perbedaan penguasaan bahasa pertama dan bahasa kedua yang didasarkan pada terstruktur atau tidaknya proses belajar bahasa juga tidak selalu benar. Proses belajar bahasa juga bisa berlangsung secara alamiah. Artinya, si pembelajar belajar langsung bahasa kedua melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.    
Proses belajar bahasa bersifat kompleks. Proses ini sangat berkaitan dengan aspek fisik danpsikis pembelajar. Sehubungan dengan aspek psikis, belajar bahasa adalah suatu proses mental yang di dalamnya berisi aktivitas psikologis, sedangkan sehubungan dengan aspek fisik, belajar bahasa berkaitan dengan perkembangan kematangan berbagai organ wicara. Proses terjadinya kesalahan berbahasa berkaitan erat baik dengan aspek
psikis maupun dengan aspek fisik.
Ada dua aliran psikologis yang besar pengaruhnya terhadap teori belajar bahasa, yaitu psikologi kognitif dan psikologi behaviorisme. Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, jika manusia bersifat aktif dalam mengakumulasi dan menguasai pengetahuan dan mengorganisasikannya sehingga merupakan bagian dari keseluruhan pengetahuan yang  dimiliki oleh manusia. Dalam belajar bahasa, manusia telah memiliki kapasitas belajar bahasa yang bersifat innate. Kapasitas itu berada dala struktur psikologis yang bersifat laten dalam otak manusia. Noam Chomsky menyebut kapasitas belajar bahasa itu dengan istilah Language Acquisition Device (LAD). Apabila seseorang belajar bahasa, kapasitas belajar bahasa dalam struktur dalam struktur psikologis itu akan teraktifkan.
Selanjutnya, untuk memahami proses terjadinya proses kesalahan berbahasa dalam kaitannya dengan belajar bahasa kedua menurut psikologi kognitif dapat diikuti pikiran-pikiran yang dikembangkan oleh Larry Salinker dalam tulisannya yang berjudul interlanguage. Menurut dia, apabila seseorang belajar bahasa kedua, ia memusatkan perhatiannya terhadap norma bahasa yang dipelajarinya. Selama membuat seperangkat tuturan dalam bahasa kedua yang tidak sama dengan tuturan yang diperkirakan dibuat oleh penutur asli bahasa tersebut untuk menyatakan maksud yang sama dengan apa yang dinyatakan oleh tuturan si pembelajar. Karena dapat diamati bahwa dua perangkat tuturan itu tidak sama dapatlah dibuat  suatu konstruk yang untuk teori belajar bahasa kedua. Konstruk itu adalah adanya sistem bahasa yang terpisah yang didasarkan atas output berwujud tuturan yang dihasilkan oleh si pembelajar dalam berusaha menghasilkan tuturan yang sesuai dengan norma bahasa kedua yang dipelarinya. Dengan kata lain apat dikemukakan bahwa selama dalam proses belajar bahasa kedua, si pembelajar menggunakan seperangkat tuturan dalam bahasa kedua yang merupakan sistem bahasa tersendiri. Sistem bahasa pembelajar ini disebut oleh Larry Salinker dengan nama interlanguage (bahasa antara). Istilah lain untuk menyebut interlanguage adalah ideosyncratic dialect (Piet Corder), approximative system (William Nemser). Sebagian
dari unsur-unsur interlanguage ini sama dengan unsur bahasa kedua yang dipelajari dan sebagian yang lain tidak sama. Kesalahan berbahasa terjadi pada sistem interlanguage ini, yaitu unsur-unsur atau bentuk-bentuk tuturan pada interlanguage yang tiak sama dengan bentuk-bentuk tuturan pada bahasa kedua yang dipelajari. Secara teoretis, unsur-unsur sistem interlanguage itu terdiri atas pembauan antara unsur-unsur bahasa pertama dan bahasa kedua yang sedang dipelajari.
Menurut para ahli psikologi behaviorisme, proses belajar bahasa adalah proses yang bersifat empiris dalam jalinan hubungan antara stimulus daan respon. Belajar bahasa itu tdak lain adalah belajar menguasai suatu jenis kebiasaan. Penguasaan ini akan dapat dicapai dengan memberikan latihan berulang-ulang berbagai maa pola kaidah bahasa. Oleh karena itu, pengajaran bahasa berdasarkan aliran behaviorisme ini sangat
menekannkan pentingnya latihan-latihan secara intensif untuk menguasai bahasa. Dalam
pelajaran bahasa, murid-murid “dipaksa” selama berjam-jam mengahafalkan dialog, laitahan-latihan menguasai pola serta mempelajari semua jenis generalisasi gramatika. Anggapan yang menopang pentingnya diberikan latihan-latihan pola serta menghafalkan dialog tersebut dapat kita pahami dalam ungkapan yang terkenal, yaitu practice makes
Perfect.

C.Beberapa Pandangan terhadap Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa adalah suatu peristiwa yang bersifat inheren dalam setiap pemakaian bahasa baik secara lisan maupun tulis. Baik orang dewasa yang telah menguasai bahaasanya, anak-anak, maupun orang asing yang sedang mempelajari suatu bahasa dapat melakukan kesalahan-kesalahan berbahasa pada waktu mereka menggunakan bahasanya. Namun, jenis serta frekuensi kesalahan berbahasa pada anak-anak serta orang asing yang seedang mempelajari suatu bahasa berbeda dengan orang dewasa yang telah menguasai bahasanya. Perbedaan ini bersumber dari perbedaan penguasaan kaidah-kaidah gramatika (grammatical competence) yang pada gilirannya jga menimbulkan perbedaan realisasi pemakaian bahasa yag dilakukannya (performance). Di samping itu, perbedaan itu juga bersumber dari penguasaan untuk menghasilkan atau menyusun tuturan yang sesuai dengan konteks komunikasi (comunicative competence)
Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah kurangnya keterampilan berbahasa. Ujud kurangnya keterampilan berbahasa itu antara lain disebabkan oleh kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan-kesalahan berbahasa ini menyebabkan gangguan terhadap peristiwa komunikasi, kecuali dalam hal pemakaian bahasa secara khusus seperti dalam lawak, jenis ilan tertentu, serta dalam puisi. Dalam pemakaian bahasa secara khusus itu, kadang-kadang kesalahan berbahasa sengaja dibuat atau disadari oleh penutur untuk mencapa efek tertentu sepeti lucu, menarik perhatian dan mendorong berpikir lebih intens.
Dalam masyarakat bahasa tertentu, misalnya dalam masyarakat Jawa, kesalahan-kesalahan berbahasa baik kesalahan gramatika maupun kesalahan yang berkenaan dengan konteks pemakaian mempengaruhi pandangan orang lain terhadap status sosial orang yang berbuat kesalahan berbahasa tersebut. Termasuk kesalahan berbahasa yang berkaitan dengan konteks adalah kesalahan memilih ragam bahasa yang berkaitan dengan tingkat tutur yang terdapat dalam bahasa Jawa yang dikenal dengan istilah unggah ungguh. Kesalahan berbahasa dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai noda. Oleh karena itu, dengan sadar setiap pemakai bahasa berusaha untuk memakai bahasa sesuai dengan kaidah gramatika serta ketepatan pemilihan ragam tingkat tutur sesuai dengan konteksnya. Dalam masyarakat Jawa, identifikasi seseorang antara lain dapat dilihat dari pemakaian bahasanya. Hal ini sesuai dengan tinjauan fungsi bahasa dari pandangan Sosiolinguistik.
Dalam dunia pengajaran bahasa perhatian terhadap kesalahan berbahasa baru berkembang selama waktu yang relatif belum lama. Buku-buku pengajaran bahasa, terutama pengajaran bahasa Inggris, telah banyak disusun, tetapi hanya sedikit perhatian penulis terhadap kesalahan berbahasa. Walaupun perhatian terhadap kesalaahan berbahasa belum begitu banyak, tetapi pikiran-pikiran tentang kaitan antara kesalahan berbahasa dengan proses belajar bahasa dalam waktu yang relatif singkat telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan pemikiran yang berkenaan dengan hubungan antara kesalahan berbahasa dengan proses belajar bahasa tersebut sejalan dengan tumbuhnya pandangan baru dalam pengajaran bahasa pada umumnya.
Selama dasawarsa lima puluhan dan enam puluhan, pandangan pendekatan pengajaran bahasa, terutama pengajaran bahasa asing, yang berkembang pesat adalah pendekatan audiolingual (audiolingual approach). Pendekatan ini menekankan pentingnya latihan-latihan untuk menguasai bahasa yang dilaksanakan secara intensif. Dalam pelajaran bahasa, murid-murid dipaksa selama berjam-jam menghafalkan dialog, latihan-latihan menguasai pola serta, mempelajari semua generalisasi gramatika. Anggapan dasar yang menopang pentingnya diberikan latihan-latihan pola serta menghafalkan dialog tersebut dapat kita pahami dalam ungkapan yang erkenal, yaitu practice makes perfect (latihan praktik membuat sempurna) yang benar-benar diperhatikan oleh penganjur-penganjur pendekatan audiolingual. Makna dari ungkapan tersebut erat dengan pengajaran-pengajaran bahasa menurut pendekatan audiolingual sebagaimana yan dikemukan oleh Robert Lado dalam bukunya yang berjudul Language Teaching. Dikemukakan oleh Robert Lado 17 prinsip pengajaran bahasa. Salah satu prinsip itu adalah pentingnya latihan pola-pola, dan menghafalkan kalimat-kalimat percakapa dasar dalam model dialog-dialog. Dengan cara itu, kaidah-kaidah bahasa dalam berbagai pola akan menjelma menjadi kebiasaan dan kalimat-kalimat dalam berbagai dialog dapat digunakan sebagai model untuk pemakaian bahasa serta serta belajar  bahasa lebih lanjut.
Para pengajur pendekatan audiolingual memandang kesalahan berbahasa dengan perspektif yang bersifat puritanistis. Nelson Brooks, misalnya, memandang kesalahan berbahasa sebagai dosa yang harus dihindari dan pegaruhnya harus dibatasi, tetapi kehadirannya tidak dapat dielakkan. Dikemukakannya pula metode untuk menghindari terjadi kesalahan dalam berbahasa adalah dengan melatihkan kepada si pembelajar model-model yang benar dalam waktu yang cukup lama. Untuk mengatasi kesalahan berbahasa, cara yang prinsipil adalah memperpendek jarak waktu antara respon yang tidak tepat (kesalahan berbahasa tersebut) dengan bentuk yang benar.
Pada akhir dasawarsa enam puluhan dan menginjak dasawarsa tujuh puluhan, dunia pengajaran bahasa megalami perkembangan pesat. Hal ini ditandai oleh timbulnya pandangan-pandangan yang baru terhadap proses penguasaan bahasa yang bersumber dari hasil studi ahli-ahli psikologi kognitif dan gramatika generatif transformasi. Pengajaran bahasa yang bersifat mekanistis dalam pendekatan audiolingual bergeser ke arah pengajaran bahasa yang lebih lebih manusiawi serta kurang mekanistis. Kegiatan berbahasa lebih ditekankan pada pembentukan kemampuan berkomunikasi daripada latihan-latihan pola dan hafalan dialog. Oleh karena itu, si pelajar lebih didorong keberaniannya untuk berkomunikasi dengan bahasa yang dipelajarinya. Sebagai pendukung, perlu diciptakan situasi yang memungkinkan  si pelajar bebas dari ketakutan berbuat salah.
Sehubungan dengan perkembangan yang terakkhir itu, pandangan terhadap kesalahan berbahasa juga mengalami perubahan. Kesalahan berbahasa tidak lagi dipandang sebagai dosa, tetapi sebagai hal yang wajar. Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan bahasa pertama pada anak-anak d mana pun juga. Dalam proses penguasaan bahasa pertama itu, anak-anak pasti membuat kesalahan berbahasa, teapi kesalahan tersebut diterima oleh orang tua mereka (orang dewasa di lingkungannya).
Aliran behaviorisme memandang kesalahan berbahasa sebagai suatu yang semata-mata harus dihindari dan diusahakan menghilangkan pengaruhnya. Pembelajar bahasa tidak boleh menggunakan kesalahan berbahasa. Apabila terjadi kesalahan berbahasa, kesalahan itu harus secepatnya diperbaiki agar tidak menjadi kebiasaan. Apabila suatu kesalahan berbahasa terlanjur menjadi kebiasaan, perbaikan kesalahan itu akan sangat sulit dilakukan.
Aliran psikologi kognitif memandang kesalahan  berbahasa sebagai suatu yang wajar. Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan bahasa pertama pada anak-anak di mana pun. Dala proses penguasaan bahasa pertama itu, anak-anak membuat kesalahan berbahasa, tetapi kesalahan berbahasa itu diterima oleh orang tua mereka serta
orang dewasa di lingkungannya sebagai suatu yang wajara terjadi.




D. Tujuan dan Manfaat Analisis Kesalahan Berbahasa
a. Tujuan Analisis Kesalahan
Analisis kesalahan merupakan usaha membahas kebutuhan-kebutuhan praktis guru kelas. Secara tradisional, analisis kesalalahan bertujuan menganalisis kesalahan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua. Hasil analisis ini diharapkan dapat membantu guru dalam hal menentukan urutan bahan pengajaran, memutuskan pemberian penekanan, penjelasan dan praktik yang diperlukan, memberikan remidi dan latihan-latihan, dan memilih butir-butir bahasa kedua untuk keperluan tes profisiensi pembelajar (Sudiana, 1990:103).
b.Tujuan dan Metode Analisis Kesalahan
Menganalisis kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa jelas memberikan manfaat tertentu karena pemahaman kesalahan itu merupakan umpan balik yang sangat berharga pengevaluasian dan perencanaan penyesuaian materi dan  strategi pengajaraan di kelas.
Analisis kesalahan berbahasa antara lain bertujuan untuk:
(1)    menentukan urutan penyajian butir-butir yang diajarkan dalam kelas dan buku teks misalnya urutan mudah sukar,
(2)    menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan berbagai butir bahan yang diajarkan,
(3)    merencanakan latihan dan pengajaran remedial,
(4)   memilih butir-butir bagi penngujian kemahiran siswa (Tarigan, 1990: 69).

      E. Data Kebahasaan Analisis Kesalahan Berbahasa
Yang menjadi data utama dalam analisis kesalahan berbahasa adalah wacana yang dibuat oleh pembelajar, baik secara lisan maupun tertulis. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik mengambil data mempengaruhi hasilnya baik jenis kesalahan  yang ditemukan maupun urutan unsur-unsur bahasa yang menjadi titik perhatian analisis. Oleh karena itu, dalam memilih jenis data untuk diananlisis kita perlu mempertimbangkan kemungkinan kemungkinan hasil yang akan diperoleh.
Data untuk analis kesalahan berbahasa bisa diambil dari wacana yang diproduksi oleh pembelajar tanpa alat pemancing dan pembelajar tidak tahu bahwa wacana yang dibuat olehnya akan dianalisis. Data jenis ini disebut data spontan (spontaneous data), misalnya percakapan atau pidatoyang direkam atau karangan tertulis(surat, uraian tentang suatu hal, makalah, tesis, dsb.). Jenis kedua adalah data pancingan (elicitated data) yaitu data yang dikumpulkan dari subjek dengan alat pemancing seperti tes, petunjuk mengarang, dan gambar. Data jenis ini dikumpulkan atau dipancing karena sengaja akan dianalisis. Data inibisa  bervariasi. Hal ini tergantung pada jenis alat pemancingnya dan titik perhatian subjek
ketika melakukan tugas.
Dari segi alat pemancingnya, ada dua jenis data kesalahan berbahasa, yaitu data tak terstruktur dan data terstruktur. Data tak terstruktur adalah data yang diperoleh dengan cara menyuruh subjek berbicara atau mengarang tanpa petunjuk yang ketat. Dalam data itu, jenis kesalahan atau frekuensi masing-masing unsur kesilapan tidak dikontrol. Kemunculannya dalam data semata-mata karena kebetulan, tidak menurut kehendak pemancing data. Dalam data terstruktur, unsur-unsur bahasa yang menjadi fokus perhatian peneliti direncanakan kemunculannya baik jenis maupun frekuensinya. Misalnya, subjek diminta menjawab pertanyaan “What are this?” dengan berpedoman pada tiga buah gambar rumah. Harapan peneliti, subjek akan memunculkan kata houses. Titik perhatian penelitian adalah plural dalam bahasa Inggris. Bisa pula instrumen itu berbentuk tes penyempurnaan kalimat atau isian seperti “He…to school every day (go)”. Jadi, tingkat kestrukturan data itu berbeda
beda.   
Selain itu, data dapat dibedakan berdasarkan besarnya perhatian subje terhadap bentuk (form) (Dulay dkk., 1982). Dalam data spontan, subjek tidak begitu memperhatikan bentuk wacana. Pusat perhatian subjek terletak pada isi dan pesan yang disampaikan.Demikian pula data tak terstruktur yang diambil  dengan alat pemancing walaupun mungkin tingkat perhatian subjek terhadap bentuk sedikit lebih banyak daripada dalam data spontan. Data seperti ini diambil dengan tugas komunikasi alami (natural communication task). Dalam data yang diperoleh dengan alat pemancing yang disertai kontrol ketat terhadap unsur-unsur bahasa yang menjadi titik perhatian peneliti. Alat pemancing bisa  berupa terjemahan, atau isian dan penyempurnaan kalimat. Alat pemancing itu mendorong subjek cenderung memberikan perhatian yang banyak terhadap bentuk bahasa. Data seperti ini dikumpulkan dengan tugas manipulasi linguistik (linguistik manipulation task). Jenis tugas yang dikerjakan oleh subjek dalam pengumpulan data ini mempengaruhi jenis dan frekuensi kesilapan. Data yang dikumpulkan secara bebas (data spontan atau data tak terstruktur) memberi kesempatab banyak kepada subjek untuk menghindari kesalahan. Subjek dapat mengatakan dengan cara lain bila ditemukan keraguan terhadap suatu bentuk sehingga frekuensi kesalahan bisa berkurang. Sebaliknya, data yang dikumpulkan dengan alat pemancing, terlebih-lebih yang ketat kontrolnya, subjek tidak  bisa lagi menghindari  bentuk yang meragukan. Oleh karena itu, subjek sering melakukan kesalahan.

F. Data dan Metode Anakes
Pit Corder mengatakan bahwa anakes pada dasarnya merupakan cabang linguistic
komparatif.Hal ini didasarkan pada data dan metode anakes. Tugas anakes adalah menjelaskan serta mendeskripsikan sistem lingistik bahasa siswa dan membandingkannya dengan sistem linguistik B2 yang dipelajarinya.
Penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang sedang dipelajari oleh siswa, B2 atau bahasa asing disebabkan oleh kesalahandan kekeliruan. Kekeliruan bersifat sementara, tidak konsisten, dan perbaikannya dapat dilakukan oleh siswa sendiri. Kesalahan bersifat agak permanen, sistematis, dan perbaikannya memerlukan bantuan guru. Kesalahan itu sendiri terbagi atas kesalahan yang tidak jelas terlihat dan kesalahan yang jelas  terlihat. Kedua jenis kesalahan ini tidak semata-mata melukiskan atau menandakan siswa benar atau salah, tetapi juga menyatakan penggunaan sistem bahasa yang salah atau benar.
Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data anakes karena sifatnya yang tidak konsisten dan terjadinya hanya sementara. Oleh karena itu, bila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan berbahasa tersebut dapat diperbaiki oleh siswa yang bersangkutan. Sumber data Anakes yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa baik kesalahan yang dapat diamati dengan jelas maupun tidak. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa kekeliruan tidak fungsional bagi pengajaran bahasa.
 Penafsiran secara tepat ujaran siswa merupakan aspek yang paling rawan dalam penerimaan linguistik siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekonstruksi ajaran bahasa secara tepat, menjodohkan ujaran yang salah dengan pandangannya dalam bahasa ibu siswa. Bila hal itu dilakukan dengan meminta siswa mengutarakan maksudnya dengan bahasa ibu, cara ini disebut cara rekonstruksi otoritatif. Apabila karena sesuatu siswa tidak dapat berkonsultasi dan peneliti hanya menyandarkan pemahamannya kepada maksud atau system,
linguistik siswa, cara ini disebut rekonstruksi akal sehat.
Bahan-bahan yang terkumpul melalui kedua cara itu diolah kembali. Hasil pengolahan itu menghasilkan deskripsi linguistik siswa. Kemudian, deskripsi linguistik itu dilengkapi dengan penjelasan yan bersifat psikologis, misalnya menjelaskan bagaimana startegi belajar yang digunakan oleh siswa, bagaimana proses belajar bahasa secara secara umum. Hasil rekonstruksi linguistik yang digunakan oleh siswa dapat dibandingkan denga sistem linguistik bahasa sasaran atau bahasa yan dipelajari oleh siswa.

G. Prosedur Analisis Kesalahan Berbahasa
Prosedur analisis kesalahan berbahasa terdiri atas empat langkah, yaitu identifikasi, deskripsi, penjelasan, dan kuantifikasi. Tiga langkah pertama saling berkaitan dan langlah terakhir bersifat statistik.
Identifikasi Kesalahan. Dalam mengidentifikasi  kesalahan berbahasa yang dibuat oleh pembelajar, tidak selalu apa yang terbaca secara ekspilisit (baik melalui tulisan maupun hasil transkripsi wacana lisan)menunjukkan kesalalahan. Ada bentuk dalam bahasa antara pembelajaran yang sempurna, dalam arti sesuai dengan aturan dalam bahasa sasaran, tetapi ternyata bentuk tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pembicara. Misalnya, seorang pembelajar mengatakan “My uncle had beautiful houses”. Bentuk ini sempurna, betul, tidak ada penyimpangan ejaan atau gramatika. Namun, ketikan lihat konteks pembicaraan, yang sebenarnya  dimaksudkan adalah “Paman saya mempunyai sebuah rumah yang bagus”. Dia tidak bermaksud mengatakan bahwa pamannya mempunyai banyak rumah. Boleh jadi dia tidak ingat bentuk-bentuk jamak dan tunggal untuk kata yang berarti rumah. Pikirannya kacau pla dengan adanya penjamakan yang tidak teratur seperti houses dan children. Dalam keraguan ini, dia memilih salah satu bentuk dan kebetulan benar secara gramatikal walaupun secara semantik tidak
Jadi, pada tahap identifikasi kesalahan, yang penting adalah melakukan interpretasi terhadap yang dimaksud oleh pembelajar. Interpretasi itu dapat dilakukan dengan melihat konteks munculnya wacana itu atau dengan melakukan dialog dengan pembelajar. Konteks itu  dapat pula dilihat secara kecil yang meliputi sebagian dari kalimat-kalimat yang mendahului atau mengikuti kalimat atau frasa yang sedang dianalisis itu, atau dengan melihat isi keseluruhan wacana itu. Bisa jadi dalam kasus pembelajar yang belum menguasai suatu struktur dengan sempurna itu menguji hipotesisnya (tentang bentuk yang betul).Dari sekian ujiannya itu,satu bentuk benar dan bentuk-bentuk yang lain salah.
Deskripsi Kesalahan. Kegiatan utama dalam melaukan deskripsi kesalahan adalah
membandingkan wacana pembelajar dengan rekonstruksi yang sahih. Pada tahap ini, langkah yang diikuti mirip dengan analisis kontarstif. Dari perbandingan kedua bentuk itu (bentuk dari bahasa anatara pembelajar dan bentuk yang sempurna dalam bahasa sasaran yang
 dimaksud pembelajar dapat ditemukan pola-pola kesilapan.
Tujuan utama langkah ini adalah memberikan keterangna tentang kesilapan itu s ecara linguistik. Oleh karena itu, dalam membuat perbandingan dan deskripsi, perlulah diterapkan suatu model tata bahasa tertentu  yang dipakai membuat deskripsi itu, misalnya Tata Bahasa Struktural atau Tata Bahasa Transformasi Generatif. Adapun pola-pola kesalahan itu dapat diklasifikasikan menurut tataran dan jenis perubahan dari bentuk dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran. Tataran bahasa bisa meliputi fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Penjelasan Kesalahan. Tahap deskripsi kesalahan menekankan proses kesalahan dari segi linguistik, se dangkan tahap penjelasan memeberikan deskripsi tentang mengapa kesilapan itu terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Dengan kata lain, pada tahap ini kita mencari sumber
kesalahan itu dan proses terjadinya kesalahan dari sumbernya sampai dengan kemunculannya
dalam bahasa sumber.
Kuantifikasi Kesalahan. Kuantifikasi kesalahan dilakukan dengan menghitung kemunculan masing-masing kesalahan berbahasa dan kemudian bisa pula dihitung persentase kesalahan berbahasa itu. Langkah terakhir ini tidak wajib dikerjakan, tetapi diperlukan dalam menarik kesimpulan dalam melakukan perbandingan. Perbandingan dapat dilakukan antara frekuensi jenis kesalahan dalam satu kasus (sampel) atau membandingkan dengan sampel lain. Oleh karena itu, langkah ini berkaitan erat dengan langkah deskripsi kesalahan.
Ada pakar pengajaran bahasa mengemukan bahwa Anakes mempunyai langkah-langkah


Yang meliputi:
(1)   pengumpulan data,
(2)   pengidentifikasian kesalahan,
(3)   penjelasan kesalahan,
(4)   pengklasifikasian kesalahan,
(5)   pengevaluasian kesalahan.

H.  Jenis Kesalahan Berbahasa
Berdasarkan komponen bahasa, kesalahan berbahasa dikomponenkan menjadi:
(a)    kesalahan pada tataran fonologi,
(b)   kesalahan pada tataran morfologi,
 (c)    kesalahan pada tataran sintaksis,
 (d)   kesalahan pada tataran semantik,
   (e)    kesalahan pada tataran leksikal,
   (f)    kesalahan pada tataran wacana.














BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dapat kita simpulkan banyaknya kalangan remaja mengunakan bahasa gaul dan asing dan bahkan orang tua sekalipun mengunakan bahasa yang kurang baik dan benar,dan di tambah perkembangan zaman yang semakin hari semakin pesat baik dari dunia teknologi,pendididkan dan serta perkantoran kepemerintahan.Ini adalah gejala atau dampak yang nyata terjadi di lingkungan kita pada saat ini,di tambah banyaknya artis-artis yang mengunakan bahasa gaul yang tidak ada kaitan sama sekali dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pada suatu karya tulis ilmiah, bahasa memegang peranan penting dalam proses penulisan dan penyusunannya. Dalam penyusunan suatu tulisan yang berkonsep ilmiah harus menggunakan bahasa yang baku dan ejaan yang benar serta sistematika penulisan yang terstruktur. Dalam pembuatan penulisan ilmiah seperti skripsi, tesis dan disertasi, memiliki penyusunan yang berbeda dengan menyusun suatu tulisan yang bersifat non ilmiah. Bahasa yang digunakan pada penulisan ilmiah pada umumnya menggunakan bahasa yang biasanya jarang muncul pada kamus bahasa Indonesia Selain dari segi bahasa dan kata yang digunakan dalam penulisan ilmiah ada berbagai macam faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penulisan ilmiah yaitu:
1. Gunakanlah kata yang umum dikenal.
2. Gunakan kalimat yang sederhana sehingga karya tulis dapat mudah dimengerti dan dipahami.
3. Gunakan tata bahasa serta ejaan yang disempurnakan (EYD), dimana harus diakhiri dengan tanda titik dan koma.
4. Gunakan bahasa yang singkat, padat dan jelas.
5. Sumber atau informasi digunakan dalam pembuatan penulisan ilmiah harus dicantumkan.
Setelah memperhatikan dalam segi penulisan penggunaan tata bahasa maka dalam penulisan ilmiah ditambahkan suatu kesimpulan yang berisikan apa saja yang dikerjakan dalam penyusunan karya tulis dari tahap awal sampai akhir. Dengan demikian bahasa Indonesia sangat berperan dalam penyusunan karya tulis yang memiliki konsep ilmiah.

B.     Saran
Dengan demikian untuk menerapkan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah kita menerapkan pola Bahasa dengan baik,dan mengunakan Bahasa Indonesia dengan baik di mulai dari usia dini dan diri kita sendiri dalam usia dini peran orang tua dan dunia pendidikan adalah sangat penting untuk memberikan atau mengajarka pola bahasa Indonesia yang baik dan benar.Sehingga terciptalah sebuah bahasa yang baik sesuai dengan criteria yang kita inginka dan sesuai dengan atran yang berlaku misalnya melalui panduan buku EYD,KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA,dan buku lainya yang ada hubungan dengan bahasa dan sastra yang ada di Negara Indonesia ini.






















DAFTAR PUSTAKA

Faizah, Umi17 April 2009.   Bahasa Indonesi, Antara Variasi dan Penggunaan. (online)
Alamt : (www.bahasa-indonesi-antara-variasi-dan-penggunaan) diakses 26 Oktober 2009
Sofa, Maret 31, 2009. Penggunaan Ragam Bahasa Gaul Dikalangan Remaja (online)
Alamat : (www.penggunaan-ragam-bahasa-gaul-dikalangan-remaja) diakses 26 Oktober 2009
http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/02/pengruh-penggunaan-bahasa-gaul-terhadap-perkembangan-bahasa-indonesia
http://Bahasa_prokem_Indonesiaid.wikipedia.org
Aminudin.1994. Pengantar Memahami Unsur-Unsur Dalam Karya
Sastra.Malang: FPBS IKIP.
Badudu,J.S.1991. Inilah Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar.
Jakarta:Gramedia.
Tuka, P.2006. Mahir Berbahasa Indonesia. Jakarta: Yudhistria.
Kokasih,E. 2002. Kompentensi Ketatabahasaan.Bandung: Yrama Wijaya.
Mustahim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa.Jakarta: Erlangga.
Alwi,Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rohmadi,Muhamad. 2006. Kompentensi Berbahasa dan Bersastra Bahasa Indonesia. Surakarta: Grahadi.